Oleh: Ahmad Agus Fitriawan
Sahabat dunia islam, Imam al-Ghazali dalam Ihya’
Ulumuddin menuliskan bahwa pada suatu hari datanglah seorang yang telah
kehilangan semangat kepada seorang hakim. Lantas dia menanyakan tentang mengapa
ada seorang yang bodoh tetapi mendapat rezeki yang layak. Sedangkan, di sisi
lain, ada seorang yang mempunyai otak cemerlang tetapi tidak mendapat rezeki
yang layak.
Mendengar pertanyaan itu, sang hakim menjawab sebagai
berikut, “Jika setiap orang yang mempunyai otak cemerlang mendapat rezeki yang
layak, dan setiap orang yang bodoh tidak mendapat rezeki yang layak, maka akan
timbul sebuah asumsi bahwa seorang yang mempunyai otak cemerlang dapat
memberikan rezeki kepada temannya. Akibatnya, setelah orang lain tahu dan
berpandangan bahwa yang dapat memberi rezeki itu adalah temannya sendiri, maka
tidak ada artinya usaha yang mereka lakukan untuk mendapat rezeki tersebut.”
Semua rezeki yang ada itu berasal dari Allah karena
Allah adalah ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki). Allah memberikan kepada siapa
saja yang dikehendaki-Nya. Firman Allah, “Allah melapangkan rezeki bagi siapa
yang Dia kehendaki dan menyempitkan (bagi siapa yang Dia kehendaki),” (QS
ar-Ra’d [13]: 26).
Rezeki merupakan salah satu rahasia Allah dari tiga
hal lainnya, yaitu umur, jodoh, dan kematian. Ia tidak dapat dikalkulasi dengan
nalar manusia.
Allah SWT telah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya.
Setiap manusia yang terlahir ke dunia sudah dilengkapi dengan rezeki
masing-masing. Oleh karena itu, selayaknyalah kita tidak perlu cemas mengenai
rezeki. Persoalan rezeki telah diatur oleh Allah SWT.
Ada empat tingkatan cara Allah memberi rezeki.
Pertama, rezeki tingkat pertama (yang dijamin oleh Allah),
“Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di atas bumi ini melainkan
semuanya dijamin Allah rezekinya,” (QS Hud [11]: 6). Artinya, Allah akan
memberi kesehatan, makan, dan minum untuk seluruh makhluk hidup di dunia ini.
Ini adalah rezeki dasar yang terendah.
Kedua, rezeki tingkat kedua, “Dan bahwa manusia hanya
memperoleh apa yang telah diusahakannya,” (QS an-Najm [53]: 39). Allah akan
memberi rezeki sesuai dengan apa yang dikerjakan hambanya. Jika kerja lebih
lama, lebih rajin, lebih berilmu, lebih sungguh-sungguh, ia akan mendapat lebih
banyak. Tidak pandang dia itu Muslim atau kafir.
Ketiga, rezeki tingkat ketiga, “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangatlah berat.” Inilah rezeki
yang disayang Allah. ( baca juga : Bersyukur Adalah Amalan Pembuka Rizki Dan Nikmat Berikutnya )
Keempat, rezeki tingkat keempat (selalu berusaha dan ikhtiar)“ Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)Nya….(QS ath-Thalaq [65]: 2-3).
Hal penting yang perlu dilakukan sebagai manusia yang
diberi akal budi, kita tetaplah harus berikhtiar, berusaha untuk mendapat
rezeki itu. Terlepas nanti apakah rezeki kita banyak atau tidak, itu
dikembalikan kepada Allah. Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita
adalah untuk mencoba karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar
membangun kesempatan untuk berhasil.
Haruslah yakin bahwa ikhtiar itu bukan penyebab
datangnya rezeki, tapi rezeki itu datangnya dari Allah. Untuk mendapat rezeki
ada Kunci pembuka rezeki, maka berusaha dan menjemput
rezeki itu juga penting. Selamat menjemput rezeki, semoga berkah.(5/1)*
Diambil dari republika.co.id
0 komentar:
Posting Komentar